Sebuah Kenangan: Jalan-jalan Sore
Dulu, dulu sekali. Ketika waktu merangkai dirinya, menjadikan kenangan yang tak mungkin terulang kembali. Saat duniaku hanya seputar bermain dan bermain. Juga belajar. Ketika kebersamaan antara ayah dan putri kesayangannya, hanya dihabiskan berdua. Tidak dengan ibu, juga kakakku. Aku rindu kenangan itu. Sungguh..
Senja |
Hangat sinar matahari senja menambah
keceriaanku dan ayah. Menaiki sepeda onthel tuanya, ayah mengayuh pedal
menembus jalanan desa, sedang aku duduk manis di boncengan belakang.
Lengangnya telinga dari suara adzan menandakan saat ini ba'da ashar.
Menjauh dari hiruk pikuk dan
rumah-rumah warga, sepeda yang kutumpangi berbelok ke arah kanan, menuju
selatan. Kupalingkan wajah ke sisi barat. Kelap-kelip matahari yang sedikit
terhalang rimbunnya pepohonan di sekitar kampung mengisi pandanganku.
Kusipitkan mata tanda masih silaunya matahari sore itu. Meski begitu, aku
sangat menyukainya.
Tepat di sebuah petakan kecil
persawahan, ayah menghentikan kayuhan kakinya. Ia menyandarkan sepeda dengan
satu kakinya berpijak di sebuah dinding setinggi setengah meter di kanan jalan.
Tak ada percakapan penting, hanya tanya jawab ringan mengenai keadaan
sawah-sawah kecil yang digarap keluarga kami dan beberapa istilah persawahan
yang tak begitu kupahami.
Beberapa kali ayah mengajakku
melihat sawah di tempat ini, sesekali beliau turun dari sepeda jika ada hal
kecil yang harus dilakukan di sekitar sawah. Sementara aku hanya diam di tempat
dudukku menikmati suasana jalanan yang sepi dari suara kendaraan bermotor.
Maklum, jalanan ini masih berupa tanah dan kerikil. Seperti sungai yang kering,
kata ibuku.
Selalu kunikmati jalan-jalan sore
seperti ini. Selain karna aku tak pernah keluar kampung dan membonceng sepeda
tua ini kecuali saat aku berangkat sekolah, aku juga menyukai perbedaan aroma antara
dingin segarnya udara pagi serta hangat ringannya udara senja. Menjadikan
keduanya memiliki sensasi tersendiri buatku.
Itu dulu saat Tuhan memberi kami
nikmat waktu luang. Beberapa tahun terakhir, rutinitas bekerja ayah dan ibu semakin
padat. Pulang berladang pun hampir mendekati akhir ashar. Sebab itu pula aku
juga sering telat dimandikan dan ayah tak lagi mengajakku ke sawah yang jauh
disana. Ibu pun tak punya waktu luang lagi untuk membawaku berkumpul di rumah
tetangga seusai beres membersihkan dirinya dan aku.
Namun kesesakan selalu disertai
kelapangan. Memang kini orang tuaku tak memiliki banyak waktu luang layaknya
bertahun-tahun silam. Tapi Allah melapangkan rezeki kami hingga hidup
keluargaku pun senyaman ini. Aku sangat mensyukuri atas segala nikmat yang
diberikan Tuhan pada keluarga dan hidupku.
Tuhan, permudahlah rezeki kami..
Agar ayah ibu mempunyai lebih banyak waktu meski sekedar untuk menghapus letih
dan membunuh lelah.
#coretan #curhat #senja #kenangan
#coretan #curhat #senja #kenangan
Komentar
Posting Komentar